Saturday, March 7, 2009
Thursday, March 5, 2009
Bob turun KL
Hari ini Borhan Harsid @ Bob turun KL dari Sabah , dan inilah kali pertama aku dapat jumpa Bob sejak tahun 1990. Budak sabah ni masa masuk Form 1 dialah paling besaq, heran kami, siasat punya siasat rupanya ic dia tahun 71 tua 2 tahun dari kami semua...! Alih2 dia yg dok tak besaq2 sampai Form 5...
Bagai satu reunion kecil, kami sempat borak sebelum Bob berangkat pulang ke Sabah. Nampaknya restoran Arab The Castle, Jalan Damai Off Jalan Ampang dah jadi pot buat gathering sambil pekena sisha!

Dari kiri, Cabang, Bob dan aku sekitar tahun 1990.

Monday, March 2, 2009
MELAYU

Karya Usman Awang
Melayu itu orang yang bijaksana
Nakalnya bersulam jenaka
Budi bahasanya tidak terkira
Kurang ajarnya tetap santun
Jika menipu pun masih bersopan
Bila mengampu bijak beralas tangan
Melayu itu berani jika bersalah
Kecut takut kerana benar
Janji simpan di perut
Selalu pecah di mulut
Biar mati adat
Jangan mati anak
Melayu di Tanah Semenanjung luas maknanya:
Jawa itu Melayu, Bugis itu Melayu
Banjar juga disebut Melayu,
Minangkabau memang Melayu,
Keturunan Acheh adalah Melayu,
Jakun dan Sakai asli Melayu,
Arab dan Pakistani, semua Melayu
Mamak dan Malbari serap ke Melayu
Malah mua'alaf bertakrif Melayu
(Setelah disunat anunya itu)
Dalam sejarahnya
Melayu itu pengembara lautan
Melorongkan jalur sejarah zaman
Begitu luas daerah sempadan
Sayangnya kini segala kehilangan
Melayu itu kaya falsafahnya
Kias kata bidal pusaka
Akar budi bersulamkan daya
Gedung akal laut bicara
Malangnya Melayu itu kuat bersorak
Terlalu ghairah pesta temasya
Sedangkan kampung telah tergadai
Sawah sejalur tinggal sejengkal
Tanah sebidang mudah terjual
Meski telah memiliki telaga
Tangan masih memegang tali
Sedang orang mencapai timba
Berbuahlah pisang tiga kali
Melayu itu masih bermimpi
Walaupun sudah mengenal universiti
Masih berdagang di rumah sendiri
Berkelahi cara Melayu
Menikam dengan pantun
Menyanggah dengan senyum
Marahnya dengan diam
Merendah bukan menyembah
Meninggi bukan melonjak
Watak Melayu menolak permusuhan
Setia dan sabar tiada sempadan
Tapi jika marah tak nampak telinga
Musuh dicari ke lubang cacing
Tak dapat tanduk telinga dijinjing
Maruah dan agama dihina jangan
Hebat amuknya tak kenal lawan
Berdamai cara Melayu indah sekali
Silaturrahim hati yang murni
Maaf diungkap senantiasa bersahut
Tangan diulur sentiasa bersambut
Luka pun tidak lagi berparut
Baiknya hati Melayu itu tak terbandingkan
Selaga yang ada sanggup diberikan
Sehingga tercipta sebuah kiasan:
"Dagang lalu nasi ditanakkan
Suami pulang lapar tak makan
Kera di hutan disusu-susukan
Anak di pangkuan mati kebuluran
"Bagaimanakah Melayu abad dua puluh satu
Masihkan tunduk tersipu-sipu ?
Jangan takut melanggar pantang
Jika pantang menghalang kemajuan;
Jangan segan menentang larangan
Jika yakin kepada kebenaran;
Jangan malu mengucapkan keyakinan
Jika percaya kepada keadilan
Jadilah bangsa yang bijaksana
Memegang tali memegang timba
Memiliki ekonomi mencipta budaya
Menjadi tuan di negara Merdeka
Melayu itu orang yang bijaksana
Nakalnya bersulam jenaka
Budi bahasanya tidak terkira
Kurang ajarnya tetap santun
Jika menipu pun masih bersopan
Bila mengampu bijak beralas tangan
Melayu itu berani jika bersalah
Kecut takut kerana benar
Janji simpan di perut
Selalu pecah di mulut
Biar mati adat
Jangan mati anak
Melayu di Tanah Semenanjung luas maknanya:
Jawa itu Melayu, Bugis itu Melayu
Banjar juga disebut Melayu,
Minangkabau memang Melayu,
Keturunan Acheh adalah Melayu,
Jakun dan Sakai asli Melayu,
Arab dan Pakistani, semua Melayu
Mamak dan Malbari serap ke Melayu
Malah mua'alaf bertakrif Melayu
(Setelah disunat anunya itu)
Dalam sejarahnya
Melayu itu pengembara lautan
Melorongkan jalur sejarah zaman
Begitu luas daerah sempadan
Sayangnya kini segala kehilangan
Melayu itu kaya falsafahnya
Kias kata bidal pusaka
Akar budi bersulamkan daya
Gedung akal laut bicara
Malangnya Melayu itu kuat bersorak
Terlalu ghairah pesta temasya
Sedangkan kampung telah tergadai
Sawah sejalur tinggal sejengkal
Tanah sebidang mudah terjual
Meski telah memiliki telaga
Tangan masih memegang tali
Sedang orang mencapai timba
Berbuahlah pisang tiga kali
Melayu itu masih bermimpi
Walaupun sudah mengenal universiti
Masih berdagang di rumah sendiri
Berkelahi cara Melayu
Menikam dengan pantun
Menyanggah dengan senyum
Marahnya dengan diam
Merendah bukan menyembah
Meninggi bukan melonjak
Watak Melayu menolak permusuhan
Setia dan sabar tiada sempadan
Tapi jika marah tak nampak telinga
Musuh dicari ke lubang cacing
Tak dapat tanduk telinga dijinjing
Maruah dan agama dihina jangan
Hebat amuknya tak kenal lawan
Berdamai cara Melayu indah sekali
Silaturrahim hati yang murni
Maaf diungkap senantiasa bersahut
Tangan diulur sentiasa bersambut
Luka pun tidak lagi berparut
Baiknya hati Melayu itu tak terbandingkan
Selaga yang ada sanggup diberikan
Sehingga tercipta sebuah kiasan:
"Dagang lalu nasi ditanakkan
Suami pulang lapar tak makan
Kera di hutan disusu-susukan
Anak di pangkuan mati kebuluran
"Bagaimanakah Melayu abad dua puluh satu
Masihkan tunduk tersipu-sipu ?
Jangan takut melanggar pantang
Jika pantang menghalang kemajuan;
Jangan segan menentang larangan
Jika yakin kepada kebenaran;
Jangan malu mengucapkan keyakinan
Jika percaya kepada keadilan
Jadilah bangsa yang bijaksana
Memegang tali memegang timba
Memiliki ekonomi mencipta budaya
Menjadi tuan di negara Merdeka
TERIMA KASIH
Monday, February 23, 2009
AL-FATIHAH

"To me, painting is like praying. When I paint, I am dealing with my heart, my work and God. There is deep joy and gratitude. Each piece frames a moment in my life." ~ Dato Ibrahim Hussein
Dato' Ibrahim Hussein or 'Ib' as he is affectionately known the world over is an iconic artist with outstanding contributions to the development and elevation of Malaysian visual arts from the 60's until now. His Involvement and participation in many international art exhibitions and activities, and the many accolades received is a testament to his tireless passion and commitment to Malaysian art.
His suddent passing on the 19th. Feb. 2009, will be keenly by the art community and he will be deeply missed by those who knew and loved him through his works.
May God bless his soul.

Dato' Ibrahim Hussein in memory, by National Art Gallery.


Sunday, February 22, 2009
Insan2 Seni Central Market
DARI MATA TURUN KE HATI.

Dari mana punai melayang?
Dari sawah turun ke padi;
Dari mana datangnya sayang?
Dari mata turun ke hati.
I rushed to Central Market after meeting my client, coz i don't want to miss this exhibition. Last day yesterday (22-2-09). Just wanna share with u what Pang wrote in the Exhibition's Booklet.
What's Love Gotta Do With It?

By Pang Khee Teik
Arts Programme Director,
The Annexe Gallery
Lepakking at Central Market made me who I am today. Like the kampung folks arriving at Pudu and the migrant workers hanging around Jalan Hang Kasturi, I am one of many who came to Kuala Lumpur looking for a dream. While studying graphic design in the early 90s, I spent much time here watching the artists perform their magic as they bring to life the most mundane of photos. I was reminded of a line from a French film about the sculptor Rodin, that his sculptures were more alive than his models. To me then, the CM portraits were more than real, elevating their subjects with an innate understanding of what made them worth the commission in the first place.
Eventually, I gave up graphic design because I couldn't stand being ordered around by dim-witted clients. Which makes it even more astounding to me how the CM artists keep doing it, taking commissions from royalty and commoners alike, some of them from even before the beginning of Central Market as a cultural centre in 1987. You can't help but admire their humility in offering their divine gifts to serve the masses. On one hand it's easy to dismiss what they do as just simply a job. Yet we resist such cynicism because we know we understand and need art's romanticism. No, photography isn't quite the same. It's this paintbrushed and finger-smudged romanticism, this hunt for Mona Lisa's smile, this catching of the breeze and tropical chills, that continues to thrive at Central Market Annexe today.
In March 2007, The Annexe Gallery organised the first group exhibition of works by the Central Market artists, titled "21 Years On". And now, it's 23 years on! I never dreamed that one day I would be here to serve these distinguished artists. What a calling! As such, I felt the gallery had to honour these artists whose reputation we borrow as we try to establish Central Market as a place of culture and arts. And we want to pay tribute to their legacy of inspiration. Some of the younger CM artists can tell you how they regarded their elders as role models. In aiming to showcase the range of artistic talents here, the first show had no thematic structure other than asking the artists to feature works different from their usual commission.
Subscribe to:
Posts (Atom)